Sistem Wajib dan Sukarela dalam Pasar Karbon

Sistem Wajib yang Diatur Pemerintah atau Badan Pengawas Internasional

Sistem ini diterapkan oleh pemerintah untuk sektor tertentu atau melalui kerjasama antara dua negara atau badan pengawas PBB. Pasar kepatuhan telah meningkat hingga mencapai nilai sekitar $850 miliar pada tahun 2021, atau 2,5 kali lipat dari nilai tahun 2020, dengan volume transaksi mencapai sekitar 15 GtCO2.

Sistem Sukarela untuk Kredit Karbon

Kredit karbon dapat dibeli oleh pihak yang secara sukarela ingin mengompensasi emisi mereka. Pasar sukarela mencapai nilai sekitar $2 miliar pada tahun 2021, atau 4 kali lipat dari nilai tahun 2020, dengan volume transaksi mencapai sekitar 500 MtCO2.

Perbandingan Pasar Kepatuhan dan Pasar Sukarela

Pasar kepatuhan melibatkan sistem perdagangan emisi (ETS) dan mekanisme kerjasama internasional di bawah Artikel 6.2 dan 6.4. Sistem cap-and-trade adalah inti dari ETS, di mana perusahaan diberikan izin untuk memancarkan sejumlah emisi tertentu. Jika mereka melebihi batas tersebut, mereka harus membeli izin tambahan dari perusahaan lain yang emisinya di bawah batas. Kredit dihasilkan dari proyek kerjasama dan diawasi oleh badan pengawas PBB, sedangkan di pasar sukarela, kredit dihasilkan dari proyek berbasis offset dan diverifikasi oleh organisasi seperti Verra, Gold Standard, dan lain-lain.

Di pasar kepatuhan, permintaan berasal dari unit bisnis yang melebihi batas emisi, sedangkan di pasar sukarela, korporasi yang memiliki target pengurangan emisi atau mencapai target nol emisi membeli kredit karbon. Penawaran di pasar kepatuhan berasal dari unit bisnis yang berada di bawah batas emisi atau memiliki offset, sedangkan di pasar sukarela, perusahaan atau negara dengan proyek pengurangan emisi (seperti teknologi atau kehutanan) menawarkan kredit karbon.

Peluang untuk Indonesia

Indonesia memiliki potensi besar dalam pasar karbon dengan mangrove terluas di dunia (lebih dari 3 juta hektar), hutan tropis dan lahan gambut terluas kedua, dan 17% spesies fauna dunia. Indonesia berambisi menjadi pusat karbon terdepan di Asia pada tahun 2025. Dengan kerangka regulasi yang kuat, diharapkan transaksi di pasar karbon sukarela mencapai USD 4-8 miliar. Indonesia meluncurkan bursa karbon (IDX Carbon) pada September 2023 dan sistem ETS di sektor tenaga listrik pada Februari 2023.

Tantangan dalam Pengembangan Pasar Karbon di Indonesia

Implementasi Lemah: Isu sosial dan lingkungan, pelanggaran hak masyarakat adat, perampasan lahan.

Nilai Tambah Rendah: Proyek dengan nilai tambah kecil atau tidak ada.

Proyek Skala Besar: Tidak cocok untuk proyek berbasis komunitas karena biaya transaksi tinggi.

Infrastruktur Perdagangan Karbon: Masih dalam pengembangan, termasuk sistem registri nasional.

Pengembangan Kapasitas: Kebutuhan ahli dalam persiapan dokumen proyek dan monitoring.

Regulasi Perdagangan Karbon Internasional: Masih dalam pengembangan.

Integritas Lingkungan: Perlu menjaga tambahan nilai proyek, menghindari penghitungan ganda, dan memastikan manfaat lingkungan lainnya.

Manfaat Sistem Perdagangan Karbon

Mengurangi Emisi: Dengan menetapkan biaya pada karbon, mendorong pengembangan dan adopsi teknologi bersih.

Kolaborasi Internasional: Memfasilitasi kerjasama global dalam mengurangi emisi.

Inovasi Teknologi Rendah Karbon: Memberikan insentif finansial bagi perusahaan untuk berinvestasi dalam solusi berkelanjutan.

Oleh: AEI 1
31 Juli 2024

14 Menit Membaca

Topik Terkait

Manfaat dan Dampak Sistem Perdagangan Karbon bagi Lingkungan dan Ekonomi

Jika Anda ingin tahu lebih banyak, mari konsultasikan dengan Tim Kami