Amerika Serikat dan China akhirnya mencapai kesepakatan penting dalam upaya meredakan tensi perang dagang yang selama ini mengguncang perekonomian global. Dalam pertemuan bilateral yang berlangsung di Jenewa, kedua negara sepakat memangkas tarif impor sementara selama 90 hari, menandai babak baru dalam hubungan dagang mereka.
Dalam pengumuman resmi yang disampaikan Senin malam waktu setempat (13/5), pemerintah AS mengungkapkan akan menurunkan tarif tambahan terhadap produk asal China dari 145 persen menjadi 30 persen. Sebagai imbal balik, China juga memangkas tarif terhadap barang-barang asal AS dari 125 persen menjadi hanya 10 persen.
Langkah ini langsung disambut positif oleh pasar. Nilai tukar dolar AS menguat, sementara indeks saham di sejumlah bursa global kompak menghijau. Investor merespons gembira kemungkinan pulihnya arus perdagangan yang sempat terganggu selama bertahun-tahun.
“Kita sama-sama ingin perdagangan yang seimbang. AS akan terus bergerak menuju arah itu,” ujar Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, dalam konferensi pers bersama Perwakilan Dagang AS, Jamieson Greer.
Greer menegaskan bahwa kesepakatan ini menandai komitmen kedua pihak untuk menghindari skenario "decoupling" atau pemisahan ekonomi total. “Tarif yang sangat tinggi itu, pada dasarnya menyerupai embargo. Tidak ada yang menginginkan itu. Kita menginginkan perdagangan,” tegasnya.
Perang dagang antara dua raksasa ekonomi dunia ini sebelumnya telah menyebabkan nilai perdagangan global terhenti hingga US$600 miliar—setara sekitar Rp9.600 triliun jika mengacu pada kurs Rp16.000 per dolar AS. Dampaknya pun luas, mulai dari gangguan rantai pasok internasional, meningkatnya biaya produksi, hingga pemutusan hubungan kerja di berbagai sektor.
Pertemuan di Jenewa menjadi pertemuan langsung pertama antara pejabat ekonomi senior AS dan China sejak Presiden Donald Trump kembali menjabat awal tahun ini. Sejak saat itu, kebijakan tarif kembali diperketat, terutama terhadap produk asal China.
Kendati kesepakatan ini bersifat sementara dan belum mencakup seluruh sektor, Bessent menegaskan bahwa AS tetap akan melakukan penyesuaian pada sejumlah industri strategis.
“Penyesuaian ini akan difokuskan pada sektor-sektor penting seperti obat-obatan, semikonduktor, dan baja yang kami anggap krusial dari sisi rantai pasok,” tutupnya.
Langkah ini menjadi sinyal bahwa meskipun persaingan geopolitik tetap ada, dialog ekonomi masih menjadi ruang yang memungkinkan terjadinya kompromi demi stabilitas global.